Anas o Anas



Diambil dari akun twitter, semoga bermanfaat ya. Just my personal thought :)

---


Udah lama ga ngobrolin politik, hehe.. Pengen share soal #anas boleh ya? Dia baru ditetapkan jadi tersangka KPK jumat kemarin, masih anget.

Buat kebanyakan orang, #anas dicap jelek sekali. Sejak terpilih jadi Ketua DPP Demokrat, byk sekali kejadian yg membuatnya dilabel jelek.

Mulai dari isu curang saat pemilihan ketua DPP, plat mobil palsu, smp paling gres, #anas terlibat kasus Hambalang. Dgn berita di seluruh..

mainstream media, wajar saja kalau hampir seluruh masyarakat berkesimpulan sama, #anas adlh politikus kotor. Saya bukan seorang anas lover..

tapi ingin coba share saja apa yang saya pernah tahu mengenai kasus #anas, supaya ada berita pembanding saja, soalnya, ga semua ..

mainstream media itu benar, malah banyak pula yang beritanya cuma untuk giring opini masyarakat. Apalagi kebanyakan owner media .. #anas

adlh para politikus, udang di balik batu pun banyak benarnya. Ditambah sifat masyarakat kita yg suka main terima info tanpa kroscek. #anas

Back to #anas. Saat Anas jadi Ketum PB HMI, Soeharto baru saja lengser dari jabatannya. TV mulai banyak acara dialog politik, dan Anas pun..

laku dipakai sbg narasumber. Sosok muda dan intelektualitas tinggi, juga sifatnya yg sederhana, membuat #anas sangat laku di TV saat itu.

Pandangannya saat itu dikagumi banyak kalangan. Sampai akhirnya, #anas pun direkrut ke dalam Tim Revisi UU Politik pada 1998, dan anggota ..

tim seleksi parpol pemilu 1999. Pada 2001, #anas terpilih mjadi anggota KPU utk pemilu 2004. KPU kali itu adalah KPU yang digawangi oleh..

para akademisi dan diharapkan mjd tonggak sejarah perubahan negara. #anas sendiri adalah anggota termuda, masih berumur 32 thn. Sayangnya ..

saat itu, KPU terlilit kasus anggaran pengadaan kendaraan dinas utk para komisioner KPU yg dianggap tlalu besar. Kijang Innova.. #anas

masih dianggap terlalu mahal utk kendaraan masing2 komisioner. Mahal memang, namun masyarakat terlalu cepat vonis #anas dkk, padahal mobil..

tsb statusnya cuma pinjaman. Jadi saat kerjaan selesai, harus dikembalikan, bukan sbg pemberian. Sayangnya opini sudah terbentuk. #anas

#anas, yg kebagian jatah Kijang Krista (jatah paling bawah, dibanding Innova), tampil dgn inisiatif pribadi utk menolak mobil dinas tsb.

12 Jan 2004, #anas juga mengembalikan Toyota Soluna yg jadi mobdin sejak kerja di KPU. Dia pun menjamin kinerjanya tdk akan turun walaupun..

tanpa mobdin. Kontan saja, #anas pun jadi seleb politik. Dia dipuji karena idealisme dan kesederhanaannya utk tidak menerima mobdin.

"ini demi ketenangan kerja, keluarga, dan ketenangan ibu saya yg sedang ibadah haji", kata #anas pada saat itu.

"Mudah2an ini bisa jadi pelajaran, dan kita dapat berfikir adil dan proporsional dalam mengkritik. Saya agak tersiksa dgn  .." #anas

"berita dua hari ini. Saya berpikir scr pribadi dan bukan demi popularitas serta pertimbangan lainnya akan bhenti mgunakan mobdin KPU" #anas

1.5 thn kemudian, #anas pun diajak msk Demokrat oleh Ani SBY. Anas tentu diharapkan akan jd votegater utk kalangan akademisi dan kaum muda.

Oh ya, selain demokrat, #anas juga diajak masuk PBB oleh MS Kaban. Tapi dgn berbagai pertimbangan, Anas lebih memilih masuk demokrat.

Berkat sifat sederhana, luwes, dan intelektualitas tinggi, #anas pun melambung tinggi bsm Demokrat. Karakternya yg dekat dgn akar rumput, ..

akhirnya membuat #anas terpilih sbg Ketum DPP PD pd Mei 2010. Padahal kabarnya, Cikeas sdh punya jagoan sendiri saat itu, Andi Malarangeng.

Memiliki basis dan loyalis kuat, #anas pun berhasil menang dibanding Andi yg hanya berbasis baligo dimana2 dan dukungan Cikeas.

Konon kabarnya, hasil ini membuat Cikeas marah. Wallahualam ya.. Sampai akhirnya kini,  #anas pun dianggap terlibat Hambalang berdasarkan ..

testimoni Nazarudin. Sekali lagi, saya bukan #anas lover, tapi jujur, sangat menyayangkan jk Anas benar2 terlibat. Padahal dia berpeluang..

jd pemimpin di masa depan, mengingat karir politiknya yg gemilang. Namun jk ditilik, byk kejadian aneh sebelum #anas dijadikan tersangka.

Mulai dr survey yg katanya pesanan PD sendiri (unconfirmed), lalu keputusan majelis tinggi partai yg minta #anas fokus ke hukum pdhl dia ..

saat itu blm jd tersangka. Lalu kasus sprindik bocor, smp akhirnya Jumat kmrn, #anas resmi jadi tersangka. Ditambah kasus Hambalang ini ...

sudah diselidiki KPK tahunan, dan #anas pun jadi tersangka setelah SBY minta kepastian ke KPK. Tambah aneh ya T_T

Lalu #anas pun pernah janji rela digantung di monas jk terbukti terlibat. Aneh ga sih, seorang yg terlibat kasus berani ngomong spt ini?

Ah sudahlah.. yang penting skrg kita kawal saja KPK tuntaskan kasus ini. Rawan politisasi, kalo kata Mahfudz MD. Kalau benar #anas terlibat,

better memang digantung saja di monas. Tapi kalau #anas bersih, godfather kasus ini harus segera ditemukan dan dihukum, siapapun orangnya :)

Oke demikian share ceritanya. Maaf kalau nyampah ya.. Abis gatel pengen nulis soal #anas. Thks.


Another Draft of Djati and Stephanie

Buka blog lagi (setelah hampir setahun)

untuk share draft lama :D

enjoy :) 


----




Kata orang, jodoh itu datangnya tidak dapat diprediksi dan tidak dapat diduga. Tuhan selalu punya cara tersendiri dalam mempersatukan hamba-hambanya. Seorang teman harus berkeliling dunia terlebih dahulu untuk menemukan jodohnya dari belahan Eropa. Lebih ekstrim lagi, ada yang sudah berkelana kesana-kemari, namun akhirnya dia menikah dengan teman kecilnya, tetangga rumahnya. Semuanya tak bisa dibayangkan, diimajinasikan, sampai saatnya tiba, semua akan tiba-tiba terasa indah pada waktunya. Benar kata orang pintar, jodoh.. adalah orang yang tepat yang datang di waktu yang tepat, di kehidupan kita.

Pagi itu sama seperti pagi biasa. Di halte TransJakarta daerah Deptan, Djati sudah bersiap menunggu kehadiran bis yang dari kejauhan sudah muncul moncongnya. Adalah dilema saat Djati mengetahui kalau orang-orang disebelahnya kebanyakan adalah wanita setengah baya yang mana jika dia lebih gesit dari mereka saat akan masuk bis, akan terdengar umpatan-umpatan seperti,


“Mas, ngalah dikit dong sama cewe..”
“Apa sih lo nyentuh-nyentuh gw..”
“Buset dah nih orang ga tau malu..”


Dan percayalah, bukan umpatan itu yang bikin kesal. Tapi suara mereka yang volume-nya dinaikkan tiga kali lipat sehingga membuat penumpang lain memperhatikan dan itu terlihat menyudutkan si tersangka. Apa daya memang, lebih baik mengalah saja..



***




Akhirnya, Djati berhasil masuk ke dalam bis TransJakarta. Agak sedikit lengang, pikirnya. Yup, walaupun tidak dapat tempat duduk, untuk ukuran pagi yang sibuk di ibukota, bis tersebut boleh dibilang agak lengang. Sambil berdiri, Djati pun mengambil earphone dari dalam tasnya dan oopss..


Siapa dia?


Seorang gadis.

Seorang gadis sedang duduk tertidur tepat di depan Djati.
Cantik.
Putih.
A Chinese girl.


Walaupun tertidur, dapat terlihat sekali kecantikan dari wajah wanita itu. Djati pun menyambungkan earphone dengan telepon selulernya. Pilihan kursor ponselnya kali ini ada di aplikasi kamera. Ingin rasanya dia memotret wanita itu, like the others always do. Namun dia urungkan hal itu. Apalah bedanya dia dengan pemburu gosip kalau dia memotret tanpa diketahui objeknya.


Djati pun menjalankan aplikasi pemutar musik, dan memilih salah satu lagu. Dia bernyanyi dalam hati sambil sekali-kali melirik unknown sleeping princess itu.


Tidak berapa lama, gadis tersebut terbangun. Djati pun memperhatikannya. Gadis itu mengucek matanya, melihat ke arah jendela, merapikan rambut dan tasnya, dan kemudian berdiri dan berjalan ke arah pintu bis. Oww.. dia turun di halte Kuningan Timur.


Djati pun merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak bisa dilukis atau diucapkan. Dia merasa bahwa suatu saat gadis itu akan menjadi sesuatu. Sesuatu yang berarti. Djati pun membuat catatan dalam hatinya, bahwa dia harus berkenalan dengan gadis itu. Segera.


***


“Kenapa lo Djat? Senyum-senyum ga jelas”, tanya Rio saat Djati tiba di kantor.
“Yo, believe it or not.. gw tadi ketemu cewe cakep di busway. Dia depan gw, men.. DEPAN GW.. ”, jawab Djati sumringah.
“Trus lo kenalan?”
“EEhhmm… Ng-ng-ngga sih..”
“Jiaahh… jangan ngomong kalo gitu mah..”
“Dia tadi lagi tidur, Yo.”
“Sama aja. Jangan ngomong ah. Ntar aja kalo lo dah kenalan baru cerita lagi ke gw”
“…”, Djati speechless.


“Duh.., gw tadi kesini mau cerita apa ya? Jadi lupa gara-gara lo”, tukas Rio.
“He?”
“Oh iya, gw cuman mau bilang kalo minggu depan, ada vendor baru buat kita. Mereka yang supply bahan baku.”
“Trus apa hubungannya sama gw?”
“Buset, lo kan ngerjain project-nya sama gw..Ya kita harus meeting sama mereka.. Si bos udah jadwalin Senen besok ya. Kalo kata dia sih lumayan bagus, bro, kerjanya..”
“Oh gitu… Okelah gw ngikut lo aja..”
“Hayaah…”
“Udah sana, balik ke tempat lo..”
“Lha lo mau ngapain?”
“Gw mau cari info soal cewek tadi”
“Caranya?”
“Google lah.. Hari gini…”
“Lo mau google pake keyword apaan, kabayan?”
“We’ll see lah..”
“Kacau lo men hehehe.. “


Dan Rio pun pergi meninggalkan Djati di kubikelnya. Sementara itu, Djati menyalakan PC, lalu bergegas mengetikkan alamat Google di browser, dan mulai bergumam sendiri,
“Gusti.. apa yang bisa gw lakuin di Google kalo gw ga punya satu pun petunjuk??”


***


Esok pagi kembali. Djati berlari-lari kecil menuju halte TransJakarta dan berhasil memaksakan diri masuk ke bis yang memang sudah terlihat agak penuh.


“Iyaa.. kemaren kan gw inget tuh, gw naik busway sekitaran jam 7 seperempat. Gw musti, harus,dan kudu.. naek yang jam segituan lagi, biar ketemu sama cewek kemaren..”, sela Djati saat gw menulis bagian ini.

 
Dan di dalam bis, YES…


Dia bertemu dengan gadis itu lagi. Kali ini duduk agak jauh dari Djati, dan seperti biasa… terlelap dengan cantiknya. Djati kemudian berniat untuk mendekati tempat duduk gadis itu. Namun sayangnya, mengingat bis yang sudah lumayan penuh, Djati pun mengurungkan niatnya.


Mendekati halte Kuningan Timur, seperti sudah terbiasa, gadis itu terbangun dari tidurnya, lalu melihat ke jendela, merapikan rambut dan tasnya, dan segera keluar dari bis.


Djati pun hanya bisa melihat dengan terpana. Kesempatan berkenalan yang hanya mungkin datang setiap pagi pun gagal dilakoninya.


DAY 2 FAILED…


***


Hari ketiga.
“Pokoknya gw harus semangat, bro. Ngga tau kenapa, gw ngerasa kalo dia itu memang.. apa ya… hmm.. lo pasti tau lah maksud gw. Ini sih kalo kata gw ya.. Ada beberapa orang yang dikasih kelebihan sama Gusti Allah, dimana.. eee… kita.. eh, mereka maksud gw, yakin kalo mereka bisa identify mana orang yang bakal deket sama mereka, DARI PERTEMUAN PERTAMA..”
“Menarik..”, tukas gw masih sambil menatap layar komputer.
“Dan gw salah satu diantara mereka…”, tutup Djati sambil tersenyum lebar.

 
“Yo… Rioo… Rioo..”, tiba-tiba Djati datang ke kubikel Rio dengan terengah-engah.
“Hei, kenapa lo? Abis ngapain?”
“Gw punya kabar gembira bro… Gw lari-lari dari halte busway sampai kantor buat infoin lo nih…”
“He? Ada apaan sih?”, tanya Rio penasaran.
“Gw.. sekarang udah tahu nama cewek itu siapa.. Yesss…”
“…”
“Namanya depannya Stephanie, bro. Tapi gw ga tau nama belakangnya..”, kata Djati masih sambil terengah-engah.
“Kok bisa tau?”
“Tadi pas di busway, gw lihat ada dia lagi. Dan lo tau apa, dia pake ID card bro.. Thank God, Dia denger doa gw”
“…”
“Gw bela-belain lihatin diaaa terus, setiap 10 detik sekali, hehehe.. berharap nama dia di ID card keliatan jelas.., dan sekarang, gw dah tau namanya bro. Jalan percintaan gw makin mulus nih kayanya, hehehe..”
Rio tidak langsung menanggapi Djati. Dia kemudian mengetik sesuatu di komputernya, dan..
“Djat, ada info lebih detil lagi ga soal dia?”
“Maksud lo?”
“Nama Stephanie itu terlalu jamak. Kalo lo cari di Google, ada kali hampir 300 jutaan entri disana. Lo ga mau kan kalo ngecek satu-satu?”
“…”
“Udah gini aja, besok kalo ketemu dia lagi, lo ajak kenalan aja lah..”
“Susah bro, kenalan di tempat umum. Gw juga belom punya taktik kenalannya..”
“…”
“Gw pengen keliatan natural dan pelan-pelan aja bro. Salah langkah malah lebih susah nantinya.. You just can’t hurry women”
“Trus lo maunya gimane?”
“Ya… belom tau sih.. Gw pikirin dulu deh.. Gw balik ke meja dulu”
“Yowes.. terserah lo aja.. Oh iya, meeting sama vendor-nya dimajuin jadi Jumat besok kata si bos. Dua hari lagi..”
“Iya, lo atur aja, Yo..”
“Iya nih, vendor-nya katanya ada kegiatan ngedadak di Singapore”
“Iya, terserah aja.. Gw kosong kok Jumat”


***


Djati kembali bersemangat di pagi ini, demi si gadis pujaan bernama Stephanie. Djati menunggu kedatangan bis oranye TransJakarta yang mengantarkan cinta mereka. Dia sudah memutuskan, bahwa kalau pun dia tidak dapat mengetahui nama belakang Stephanie, dia akan berusaha untuk berkenalan. Berkenalan secara natural seperti,…


Ah sudahlah.. Djati pun tampaknya belum punya ide.


Bis pun datang mendekati halte. Djati bersiap masuk dan mencari target dengan segera. Dia menoleh ke kiri dan memperhatikan satu-persatu wajah yang ada.


Bukan..
Bukan..
Bukan…


Djati mulai gelisah.. Stephanie tidak ada disana. Dia pun memutar arah ke bagian khusus penumpang wanita. Dia perhatikan satu-persatu wajah penumpang yang duduk maupun berdiri. O God, tidak ada.


Satu-satunya orang yang belum terlihat wajahnya hanya sang supir perempuan di area depan sana. Dan Stephanie tentu saja tidak mungkin berada disana dan tidak mungkin pula jadi supir bis.


“What a bad day..”, lirih Djati dalam hati.


***


Hari kelima di halte TransJakarta Deptan.
Jantung Djati berdetak kencang pagi ini. Adakah yang mengalami hal sama, dimana kita selalu berdoa kepada Tuhan agar dapat dipertemukan dengan pujaan hati, namun ketika kesempatan itu ada, kita sendiri yang malah menyia-nyiakannya. Dan hal inilah yang terjadi pada Djati.


Detak jantung Djati semakin kencang saat bis mendekati halte Deptan. Pelan-pelan bis yang terlihat agak kosong itu pun berhenti. Djati kemudian naik dan kembali menoleh ke segala arah.


Bukan…
Bukan…
Bukan…


Yes.. ADA… ADA STEPHANIE DI DALAM BIS,
dan seperti biasa, sedang tertidur dengan indahnya. Djati pun mendekati tempat duduk Stephanie, dan duduk di kursi sebelahnya yang masih kosong.


“Damn, I am sitting next to my sleeping beauty. What should I do NOW???”


Djati pun memperhatikan Stephanie perlahan-lahan. Dia takut dipergoki penumpang lainnya dan dikira psikopat. Dia dengar dan rasakan nafas dari Stephanie yang lembut. Dia perhatikan sepatu hak nan elegan, jam tangan cantik, dan warna kuku natural Stephanie. Tanpa ada perasaan seksual yang berlebihan, Djati mengakui kalau gadis yang ada disebelahnya memang bidadari yang sedang turun ke muka bumi.


Turun?
TURUN?


Djati melihat sekeliling. Sudah mendekati halte Mampang, yang mana satu halte sebelum Stephanie seharusnya turun di halte Kuningan Timur. Djati kemudian melirik Stephanie, dan terlihat dia masih saja terlelap. Djati kebingungan. Apa yang harus dia lakukan. Pikiran Djati berkecamuk. Djati melihat ke arah jendela dan bis sudah melewati halte Mampang. Hingga akhirnya..


“Mbak.. mbak…”, tukas Djati pelan sambil menepuk lembut lengan Stephanie. Stephanie pun terbangun seketika.
“Maaf, mbak.. Sudah mau halte Kuningan Timur..”. Stephanie masih mengumpulkan kesadaran. Djati terdiam sesaat menunggu Stephanie.
Stephanie menoleh ke arah Djati. Djati tersenyum tipis dan jantungnya berdetak kencang.
“Ada apa ya, Mas?”
“Ini sudah mau sampai halte Kuningan Timur.. Saya takut Mbak terlewat aja.”


Stephanie melirik mata Djati dalam-dalam.
“Tapi saya ga turun disana, Mas..”


Djati bingung sendiri. Speechless..
“Oh.. Maaf kalau begitu.. Saya salah orang..”
“Gapapa, Mas..”, jawab Stephanie sambil tersenyum.


Bingung harus bagaimana, Djati pun memutuskan untuk turun di halte berikutnya, Patra Kuningan. Padahal tujuannya adalah halte GOR Sumantri.


“Maaf ya Mbak.. Hmm… Saya duluan ya, Mbak.”
“Oh iya.. Silakan Mas..”


Djati melambaikan tangannya dengan gugup dan dibalas dengan senyuman indah bidadari. Djati pun turun dengan perasaan tak tentu.
“Bukannya dia seharusnya turun di Kuningan Timur ya?”, tanya Djati pada dirinya sendiri.


***


“Djat.. Djat…”
“…”
“Hoi.. Djat.. Jangan bengong mulu. Ntar kesambet lho”, sambung Rio membuyarkan lamunan Djati di kubikelnya.
“Hey.. Yo…”
“Meeting yuk. vendor-nya udah dateng tuh..”
“Yo.. Gw mau cerita sesuatu soal Stephanie.. Penting…”
“Udah, ntaran aja.. Abis meeting aja lo ceritanya..”


Djati pun menuruti permintaan Rio. Dia kemudian membereskan sisa sarapannya, lalu mengambil buku catatan di laci.


“Djat, gw kencing dulu ya.. Lo duluan ke ruang meeting-nya..”
“Lah.. lo mah..”
“Udah duluan aja, biar cepet selesai meeting-nya..”


Djati menghela napasnya.
“Ya udah, tapi buruan yeee..”
“Iyeee…”, tutup Rio sambil berlari kecil ke arah toilet.


Djati melangkah ke ruang meeting. Namun pikirannya masih berkecamuk memikirkan pertemuannya dengan Stephanie tadi pagi. Djati pun mengetuk pintu ruang meeting dan kemudian langsung membukanya.


Tiba-tiba Djati terkejut karena ternyata orang yang dia temui di ruang meeting adalah …



“Stephanie???”



---
picture taken from http://liburanjakarta.wordpress.com

Satanic Finance




“Barangkali ada bagusnya rakyat Amerika tidak tahu asal muasal uang, karena jika mereka tahu, saya yakin besok pagi akan ada revolusi”, Henry Ford.
***

Mari menulis serius.

Beberapa hari terakhir ini gw keasyikan membaca artikel mengenai Satanic Finance yang sempet boom tahun 2008 kemaren (hiks, baru ngeh sekarang..). Satanic Finance sendiri adalah satu buku bagus karya Riawan Amin yang bercerita tentang sistem kebobrokan ekonomi dunia saat ini, dimana kapitalisme merajalela dan secara sengaja didesain bukan untuk memajukan peradaban dunia, melainkan sebagai alat kolonialisme di era baru.

Dari yang gw baca, ada tiga pilar yang menopang Satanic Finance, yaitu :
  1. Fiat money (uang kertas / uang yang seolah-olah uang)
  2. Fractional Reverse Requirement (peraturan cadangan simpanan)
  3. Interest (sistem bunga)

Dan tahukah, kesemua pilar itu ternyata sesuai banget dengan kondisi keuangan dunia sekarang ini. Selain itu, tiga pilar tersebut juga menjadi backbone asal muasal kenapa kita saat ini menggunakan uang kartal. Nah, mengenai asal muasal ini, akan gw coba share sesuai dengan pengertian dan pengetahuan gw ya. Gw akan menggunakan pengandaian dalam bentuk cerita karangan, hehehe… Mohon ya kalau ada yang salah, dan temen-temen tahu soal hal ini, mohon dikoreksi :)

***

Di suatu daerah terpencil, sebutlah namanya Cimaju, terdapat masyarakat yang hidup bahagia dan aman tenteram. Kekayaan alamnya terhampar di seantero daerah, dan untuk melengkapi kebutuhan ekonomi, mereka menggunakan emas sebagai alat tukar. Kenapa emas? Karena selain susah dibuat, emas juga susah dicari, tidak mudah rusak, dan tentunya, bernilai intrinsik yang sangat tinggi.

Tiba-tiba, datanglah seseorang dari luar daerah yang bernama Pak Bobi. Pak Bobi sendiri adalah orang yang selalu berpakaian rapi, rambut klimis, dan berperangai sopan. Dia kemudian menemui kepala daerah Cimaju yang bernama Pak Ujang dan berdiskusi dengan beliau.
“Pak Ujang, daerah Cimaju kan luas. Kalau masyarakat sini pengen bepergian dengan membawa emas kan repot. Berat pula. Saya ada ide yang barangkali bisa diterima Bapak dan masyarakat..”
“Ide apa, Pak Bobi?”
“Saya akan buka tempat penitipan emas, Pak. Jadi kalau misalkan Pak Ujang mau pergi ke ujung daerah, ga perlu bawa emas.
“Lalu kalau saya pengen berbelanja sesuatu gimana, Pak?”
“Nah, sebelum berangkat, Bapak titipkan emasnya di saya. Misalkan jumlahnya 10 keping emas. Nanti saya bikinkan kuitansi kalau Bapak menitipkan emasnya di saya. Satu lembar kuitansi setara dengan 1 keping emas. Jadi Bapak nanti mendapatkan 10 lembar kuitansi.
“Lalu?”
“Nanti pas Bapak sampai tujuan, Bapak tinggal cari saja penitipan emas cabang sana, lalu tukar lagi deh dengan 10 keping emas. Jadi Bapak bisa berbelanja disana, dan lebih efisien pastinya.”
“Wah, oke juga ya idenya, Pak”
“Malah ya Pak, kalau menurut saya nih, kuitansi itu juga bisa dipindahtangankan. Jadi Bapak bisa aja ganti alat tukarnya dari emas ke kuitansi saya, toh nilainya kan sama aja. Kalau Bapak titipnya 10 keping emas, ya kuitansi itu kan mewakili 10 keping emas tersebut”
“Waduh, tapi kalau masyarakat saya ga setuju gimana?”
“Hmm.. begini saja, saya akan bikin beberapa tipe kuitansi. Nanti di kuitansinya akan ada foto Bapak, atau foto-foto leluhur masyarakat sini. Tentu mereka senang kan Pak kalo foto-foto orang yang mereka banggakan ada di kuitansi?”
“Wah, saya jadi terharu Pak Bobi punya pemikiran kaya gitu. Tapi semua ini, apa untungnya buat Pak Bobi? Kok Pak Bobi mau buat kaya gini semua?”
“Gampang Pak. Nanti saya juga menyediakan pinjaman kuitansi per tahunnya. Jadi dari orang yang pinjam, saya akan meminta biaya administrasi sebesar 15% dari jumlah kuitansi yang mereka pinjam. Nanti dikembalikannya setahun setelah peminjaman.”
“Hmm.. oke, ga masalah Pak. Bapak sangat brilian.”, tutup Pak Ujang setuju.

Sesuai rencana, Pak Bobi pun membangun tempat penukaran emas di seluruh pelosok daerah dan mempromosikan semuanya itu, tentu saja dengan dibantu Pak Ujang yang sangat kharismatik di mata masyarakat. Dan singkat cerita, masyarakat pun mulai menukar emas yang mereka punya saat bepergian ke tempat yang jauh, lalu menukarnya kembali saat tiba di tujuan.

Lambat laun, masyarakat mulai mengikuti saran Pak Bobi. Mereka jarang menukar kembali emas yang mereka titipkan saat tiba di tujuan. Mereka mulai bertransaksi dengan menggunakan kuitansi tersebut. Toh tidak ada bedanya, pikir mereka. Sama nilainya dengan emas yang mereka punya.

Setelah berjalan beberapa lama, Pak Bobi kemudian melakukan review. Dari total 1 juta keping emas yang dititipkan oleh masyarakat, ternyata hanya 10%-nya saja yang ditukar kembali. Dengan kata lain, hanya sekitar 100 ribu keping emas saja yang diambil kembali oleh masyarakat dan 900 ribu keping emas lainnya masih berada di penitipan.

Pak Bobi kemudian melanjutkan rencana berikutnya. Dia mulai berpikir dalam.
“Rata-rata, masyarakat yang menukar kembali emasnya hanya sekitar 10%.
 Dari 1 juta keping emas, yang ditukar lagi cuma 100 ribu aja. Yang lainnya puas memakai produk buatanku.
Berarti kalau aku buat lagi kuitansi sebanyak 8 juta lembar kuitansi, masih aman dong ya..
Kan kalau ditotal-total ada 9 juta lembar kuitansi yang aku keluarkan, kalau pun ada yang tukar lagi,
Toh masih ada 900 ribu keping emas yang ada di penitipan..”, pikir Pak Bobi tertawa riang.

Maka 8 juta lembar kuitansi tersebut diberikan kepada orang yang ingin meminjam kuitansi. Pak Bobi pun mengingatkan masyarakat yang meminjam dengan sopan,
“Bapak, Ibu, berarti setahun dari sekarang, pinjamannya nanti tolong dikembalikan bersama administrasinya ya, hanya 15% saja kok.. Kalau misalkan Bapak atau Ibu pinjam 100 lembar, berarti nanti dikembalikannya 115 lembar. Begitu Pak, Bu”

Dan masyarakat pun mengangguk setuju.

Pak Bobi mulai tertawa riang kembali. Dia sudah menjalankan strategi canggih, dan sekarang tinggal memetik hasilnya. Kuitansi yang dia keluarkan totalnya berjumlah 9 juta lembar. Dengan rincian 1 juta lembar setara 1 juta keping emas, dan 8 juta lembar lainnya dia pinjamkan ke masyarakat lainnya, yang mana tahun depan, masyarakat yang meminjam itu harus mengembalikannya sebesar 9.2 juta lembar, walaupun kuitansi yang dia buat hanya 9 juta lembar saja.

Dan setahun kemudian, tentu saja banyak masyarakat yang gagal bayar. Bukan karena mereka tidak berusaha, namun karena memang jumlah lembar kuitansi tersebut tidak mencukupi. Namun sayangnya mereka tidak menyadari hal itu. Sebagai wakil masyarakat, Pak Ujang pun mencoba berdiskusi dengan Pak Bobi.

“Pak Bobi, masyarakat saya sekarang tidak mampu membayar utang mereka Pak. Mohon kebijaksanaan Pak Bobi”
“Mereka bisa membayar dengan emas yang masih mereka punya, Pak Ujang.”
“Itu kalau yang masih punya Pak. Kalau yang sudah tidak punya bagaimana ya?”
“Hmm.. Saya sebenarnya dari awal sudah memberi tahu Pak, kalau biaya administrasi ini kan harus dibayar juga.
Ya sudah tidak apa-apa. Begini saja, bayarnya dengan harta yang mereka punya saja Pak. Gimana?”
“Harta bagaimana Pak, maksud Bapak?”
“Begini Pak Ujang, misalkan saya punya utang kuitansi sebanyak 500 lembar, lalu saya punya tanah seharga 500 keping emas. Nah itu kan setara. Jadi tanah tersebut bisa dijadikan alat pelunasan Pak.”
“Oh gitu Pak..”
“Iya, atau kalau tidak punya tanah, rumah juga bisa, atau kebun, sawah, binatang ternak. Apa saja deh Pak, gapapa. Yang penting setara nilainya..”
“Satu lagi Pak. Kalau saya yang tidak bisa bayar bagaimana? Apakah ada kebijaksanaan lain?”
“Hmm.. Kalau buat Pak Ujang saya kasih spesial deh. Bapak ga perlu bayar utangnya, tapi saya minta bantuan Bapak, kalau-kalau saya ada kebutuhan, tolong Pak Ujang akomodasi. Jangan sampai kebutuhan saya tersebut bertabrakan dengan peraturan-peraturan daerah ini Pak..”
“Wah, kalau itu mah gampang Pak. Saya bisa bantu Bapak tentunya.
“Terima kasih banyak ya Pak Ujang. Saya senang bekerja sama dengan Pak Ujang.
“Waduh, Pak Bobi. Saya yang harusnya berterima kasih. Terima kasih banyak ya Pak atas kebijaksanaannya. Saya sekarang akan memberi tahu kabar gembira ini kepada masyarakat..”

Dan akhirnya, masyarakat yang berutang pun mulai melunasinya dengan harta mereka. Karena nilai hutang yang besar, mereka pun menaikkan harga-harga dari harta mereka. Tanah yang tadinya setara 500 lembar kuitansi, mereka naikkan menjadi 750 kembar kuitansi. Begitu pun dengan harta-harta lainnya. Mengantisipasi hal tersebut, Pak Bobi kembali mengeluarkan sekian lembar kuitansi agar mengantisipasi kenaikan harga. Dan tentu saja, masyarakat mendapatkan kuitansi baru tersebut dengan berutang.

Begitu seterusnya sampai akhirnya lambat laun seluruh aspek kehidupan Cimaju pun dikuasai Pak Bobi, baik secara perekonomian, sosial, politik, dan budaya. Sebuah era kolonialisme baru tanpa menjajah secara fisik.


***

Bisa kebayang kan ya posisi ketiga pilar yang gw sebutin tadi dalam cerita ini. Finally, dari gw, ada beberapa fakta tambahan hasil google sana-sini yang mungkin bisa melengkapi cerita diatas :
  1. Bersama dengan perak dan tembaga, dari dahulu (zaman raja Croseus tahun 560 SM), emas dijadikan sebagai alat tukar sampai datangnya kejayaan ordo Knight Templar setelah perang salib yang pertama (1099 M). Ordo tersebut memiliki lembaga simpan pinjam yang diberi nama Usury yang digunakan para peziarah Eropa untuk menyimpan perbekalan emas yang dimiliki saat akan bepergian ke Yerusalem. Nantinya saat emas dititipkan, akan diberikan suatu surat jaminan dengan sandi tertentu yang bisa dicairkan senilai emas yang dimiliki di Jerusalem. Dan tentu saja, ada biaya administrasi untuk hal ini. Pada tahun 1773, Knight Templar kemudian mengadakan pertemuan di rumah Sir Mayer Amschel Rotschilds untuk merancang penguasaan dunia melalui The New Illuminati pimpinan Adam Weishaupt. Dari sinilah Federal Reserve (bank sentral AS) dan sistem jaringan perbankan dunia berawal.
  2. Harga satu ekor kambing sejak jaman Rasulullah Muhammad SAW adalah sekitar 1 dinar, dan harga tersebut tidak berubah sampai saat ini (1 dinar = 4.25 gram emas 22 karat). Zero inflation.
  3. Buku Satanic Finance jarang (bahkan langka) ditemukan di toko-toko buku besar. Namun gw sempet nemuin beberapa yang jual di portal online.

----

picture taken from http://votreesprit.wordpress.com 


Aprilku dan Pasca April




Hore, edisi bongkar-bongkar lagi :)

Ada 2 lagu lama yang keselip di kumpulan data PC lama. Mau didenger, silakan. Mau ga, juga gapapa hehehe.. Maaf kalau kualitas rekamannya jelek, harap maklum. Oh iya, special thanks buat Teguh 'Otong' yang bikin lagu Aprilku ini kerekam.

Tanpa banyak basa-basi, kalau kata presenter Dahsyat, "Check this out ya..."

1. Aprilku (2004)

2. Pasca April (2005)




Regards,
Cecep.



----
picture taken from http://dreamshappythings.blogspot.com

Lupa Password dan Draft Lama




Dear all,

Akhirnya setelah perjuangan hampir 2 tahun, gw baru inget lagi apa password blog gw, hehehe.. Menjengkelkan memang, setelah bikin banyak tulisan, eh pas buka blog malah bengong lupa password. Dan (tentunya) lebih menjengkelkan lagi, saat password-nya keinget, tulisan-tulisan yang udah kemaren disiapin malah gantian ngilang T_T

Hiks..
Oh ya, beberapa hari kemaren, gw iseng buka beberapa draft lama beberapa potongan cerita sisa-sisa di PC lama, sepertinya sayang juga kalau ga ada yang baca. Gw coba upload disini ya, tentunya dengan beberapa perbaikan supaya sesuai dan lebih relevan. Pls make some noises with your comments. Thks. :)




------------------------------
Djati kemudian sms Stephanie. “Saya jalan sekarang ya, Bu Fanie”.Dan tak lama berselang datanglah sms balasan. “OK Pak, saya juga jalan sekarang”.
Mengingat perjalanan menuju restoran yang cukup lumayan jauh, Djati nampak jalan tergesa-gesa. Apalagi dia sendiri belum mengetahui dimana tepatnya Portrait Café berada, di Plaza Indonesia. Sepanjang perjalanan, pikiran Djati berkecamuk. Dia sendiri bingung, apa yang akan dia dan Stephanie bicarakan saat makan siang bersama. Namun satu yang pasti, dia tidak mau melewatkan kesempatan ini. Mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan dia untuk dekat kembali dengan Stephanie.
Setelah bertanya ke beberapa orang, akhirnya Djati menemukan lokasi Portrait Café berada. Dia lihat sekeliling, dan sepertinya Stephanie belum sampai disana.
“Siang Pak. Lunch untuk berapa orang Pak?”, tanya seorang pelayan di pintu masuk café.
“Dua orang Mbak.”
Smoking atau non smoking area?”

Non smoking please

“OK, Bapak bisa pilih di sofa pojok. Disitu masih free..”

“Makasih Mbak”

Djati pun duduk dan diberikan daftar menu oleh pelayan lainnya.
“Mbak, pesennya sebentar lagi ya. Saya tunggu temen dulu”
“Baik Pak. Silakan”

Djati melirik jam tangannya. Pukul 12.17 dan Stephanie belum juga terlihat. Sambil menunggu, Djati pun melihat daftar menu dan..
“Waduh, mahal semua..”, tukas Djati dalam hati. Dia pun meneliti harga dari masing-masing menu.
“Deim gunadeim, makanan paling murahnya 30 ribu perak, minuman paling murah 20 ribu. Itu pun air mineral”.

Djati pasrah.
“Siang Pak Djati..”, suara indah membuyarkan Djati.
“Bu.. Bu Fanie… Si-siang Bu.. Silakan duduk Bu..”, Djati agak terkejut sambil kemudian berdiri.
“Thanks Pak. Sori, tadi saya pas mau turun. Dicegat bos dulu minta quick report

“Oh, gapapa Bu. Saya juga baru sampe kok.”

“Sudah pesen Pak?”

“Belum Bu. Saya tunggu Ibu biar barengan”

Stephanie pun mengambil menu, berpikir sebentar, kemudian memilih satu menu.
“Sudah pilih Pak?”
“Hmm.. Saya jujur aja Bu. Saya agak gaptek soal makanan disini..”, sifat kampungan Djati keluar.

Stephanie pun tersenyum manis.
“Saya bantu ya..”
“OK”

“Hmm.. Bapak mau makan berat apa ringan?”

“Saya laper Bu.. Hehehe..”.

OK Then. How bout this.. Black pepper burger. Lumayan kenyang lho Pak”

“Hmm…”. Djati melirik menu mencari makanan yang dimaksud, dan melihat harga yang tertera disampingnya. Deim gunadeim.. 75 ribu
!.

“Oh iya, for your consideration. Ini bisa tanpa bawang.. Kalau yang lain, saya ga yakin”.

Djati pun terdiam. Dia pandang Stephanie dalam-dalam. Dia kaget juga kalau Stephanie masih ingat dia tidak suka bawang. Stephanie yang merasa sedang dipandangi Djati kemudian jadi agak salah tingkah. Dia kemudian kembali memecah kesunyian.

“Jadi gimana Pak? Apa mau menu lain? Saya coba cari lagi”

Djati menghela napas dan berpikir sebentar.
“Ga usah Bu. Saya pesen itu aja. Semoga gambar di menu ga bohong”
Stephanie tersenyum. “You’ll be surprised Pak. Minumannya apa Pak?”

“Hmm… Denger-denger, disini air putihnya enak banget Bu. Saya pesen air mineral aja..”

Stephanie kali ini tertawa kecil. Manis sekali.
“Bapak bisa aja hehehe.. OK, kita pesan sekarang ya.. “


***

“So, how’s life Bu?”
“Yaa.. saya sih sama aja Pak. Sekarang lagi sibuk project sama pemerintah”
“Wow.. Kenceng dong ya?”

Stephanie tersenyum. “Amiin Pak.. saya belum tahu kenceng apa ga.. Yang pasti ribet Pak”.
“Bapak sendiri gimana?”
“Saya.. Hmm.. Sama juga Bu. Ya sibuk-ga-sibuk. Cuman ya sekarang sih lagi agak free aja”

“Ohh..”

“…”

“…”

Hening.
Djati pun memandang Stephanie. Dalam.
Stephanie membalas sesaat dan menunduk.
“Permisi.. Green tea latte dan air mineral”, seorang pelayan memecah kesunyian.
“Makasih mas..”, sahut Djati dan Stephanie hampir berbarengan.
“Sama-sama Pak, Bu..”
, balas pelayan sopan sambil undur diri.

“Hmm…”, Djati tampak mencari bahan pembicaraan.
“….”, Stephanie mulai memperhatikan.
“Ehmmm..”

“…”
, Stephanie menunggu.

“….”
, Djati tidak tahu apa yang sebenarnya ingin dia bicarakan.

“…”
, Stephanie tersenyum. Manis.

“…”

“Kenapa Pak?”
“Gapapa Bu..”
“Ada yang mau diceritainkah?”
, Selidik Stephanie sambil menyeruput Green Tea Latte.

“Hmm…”

“…”

“Saya ga tau mau ngomong apa Bu”

Stephanie memindahkan minuman dan mencondongkan badannya agak ke depan.
“Kok bisa gitu Pak?”
“Hmm.. ga tau Bu..”

Stephanie menghela napas. Kini semua terasa lambat.
“Saya.. “, Djati melanjutkan pembicaraan.
“Saya jujur aja. Saya suka gugup kalo ngomong sama Ibu..”

“…”

“Saya… “

“Permisi.. Black Pepper Burger dan Premium Pasta with Mozarella”, lagi-lagi pelayan memecah kebuntuan.
“Oh.. Makasih mas..”, tukas Djati. Sementara Stephanie memandang Djati dalam-dalam.
“Ada lagi pesanan yang belum datang Pak?”

“Hmm.. Lengkap mas.. “

“OK, kalau begitu selamat menikmati santap siangnya Pak, Bu”.

“Makasih.. “, balas Djati dan Stephanie berbarengan.



***


Suasana kali ini begitu hening. Saling diam. Djati dan Stephanie mulai mengambil makanannya masing-masing.
“Makan ya Pak..”
“Iya Bu, silakan”

Stephanie mulai menggenggam kedua tangannya, memejamkan mata, berdoa, dan menutupnya dengan membuat alur salib. Djati pun menundukkan kepala, membaca doa, dan menutupnya dengan membasuh muka dengan kedua tangannya. Amiin.
Suasana masih hening. Namun kali ini Djati dan Stephanie nampak saling berpandangan. Semua dilakukan tanpa sedikit pun bersuara, seolah mereka saling mengerti, bahwa dengan diam pun semua arah sudah bisa dibaca. Semua rahasia sudah bisa diterka. Terkadang memang benar apa kata orang, kita hanya perlu diam untuk menjadi jujur. Namun masalah akan menjadi berbeda ketika setelah diam, kita tidak mengakui kejujuran yang tercipta.



***


Kali ini makanan sudah hampir habis disantap. Stephanie bahkan sudah menutup posisi alat makannya.
“Habis ini mau kemana Bu?, Djati memecah kesunyian.

“Hmm.. Saya ada presentasi lagi Pak di klien”

“Bawa kendaraan apa naik taksi?”

“Bawa Pak, saya parkir di bawah”

“Bapak habis ini pulang ke kantor apa gimana?”

“Iya, saya ada beberapa kerjaan kecil yang mesti selesai hari ini..”

“Ooo..”

“Ibu udah selesai?”

Stephanie diam sesaat, seperti masih tidak ingin beranjak. “Sudah Pak. Bapak sudah?”
“Udah Bu.. Hmm.. Bu, saya aja yang bayar ya”
“Saya aja Pak.. “
“Gapapa saya aja. Saya kan yang ngajak Ibu makan bareng”

“Hmm..”

“Saya aja ya..”, Djati kembali meyakinkan Stephanie.

“Oke deh Pak.. Tapi lain kali gantian ya..”

“Berarti ada makan bareng lagi Bu?”

“Ya, kita harus makan bareng lagi. Gantian saya yang bayar nanti”

“OK.. “, sahut Djati sambil tersenyum.

Djati pun meminta tagihan dan membayarnya segera.
“Ibu langsung jalan ke parkiran sekarang?”
“Iya Pak..”

“Saya anter sampai parkiran ya”

“Boleh Pak. Tapinya Bapak ga keburu-buru kan?”

“Gapapa.. saya anter Ibu dulu aja sebelum balik ke kantor.”


Mereka pun jalan meninggalkan Portrait Café.
“Bapak lahir tahun berapa?”. Tanya Stephanie sambil berjalan ke arah lift.
“8
4 Bu. Ibu?”

“Wah.. Saya 8
4 juga Pak. Bulan apa Pak?

“Saya Agustus Bu. Ibu?”

“Saya Agustus juga Pak. Wah kita sebenernya seumuran ya..”

“Iya Bu hehehe..”

“Harusnya kita jangan panggil Bapak-Ibu kali ya Pak”

“…”

Pintu lift terbuka. Kosong. Kemudian Stephanie menekan tombol lantai parkir paling bawah. Pintu lift tertutup.
“Bu Fanie..”
“Iya Pak..”

“Saya kagum sama Ibu..”

“…”

“…”

Pintu lift kembali terbuka. Djati mempersilakan Stephanie keluar terlebih dahulu.
“Kenapa kagum sama saya Pak?”
Djati menghela napas, diam sebentar.
“Ga tau juga Bu. Ya.. Mungkin karena Ibu smart, easy going..”
“…”

“…”

“Ini mobil saya Pak”

“dan cantik…”
, Djati bersuara lirih.

Stephanie terdiam. Djati juga.
“…”
“Udah jam setengah dua Bu.”

Stephanie melirik jam tangannya. Diam sesaat.
“Iya Pak. Saya duluan ya Pak. Bapak mau barengan ga? Saya anter ke kantor”
“Ga usah, saya jalan aja. Deket ini Bu”

Stephanie masuk ke dalam mobil. Menyalakan mesin.
“Pak Djati..”
“Iya Bu”

“Thanks atas makan siangnya..”

“Saya yang harusnya bilang makasih. Ibu udah mau nemenin saya makan siang.”

Stephanie tersenyum. “Lain kali saya yang bayar ya Pak”
“Ya.. Silakan Bu”
“…”

“…”

“Oke Pak, saya jalan sekarang ya..”

“Hati-hati Bu nyetirnya..”

“Bapak juga ya…”

“Oke.. Bye Bu Fanie..”

“Bye Pak Djati”

Dan Fanie pun menjalankan mobilnya dan meninggalkan Djati.

***



Djati kemudian berjalan pelan keluar. Dia tarik napas dalam-dalam. Deim gunadeim.. Sudah dikasih waktu 1.5 jam makan bareng, sudah keluar modal 200 ribu lebih, namun tak satu pun isi hatinya keluar sempurna dihadapan Stephanie..
“Oke, makan siang berikutnya, harus bener-bener jadi”, tukas Djati dalam hati.
Deim gunadeim.



----

picture taken from http://atg.wa.gov


Blogger Template by Clairvo