Another Draft of Djati and Stephanie

Buka blog lagi (setelah hampir setahun)

untuk share draft lama :D

enjoy :) 


----




Kata orang, jodoh itu datangnya tidak dapat diprediksi dan tidak dapat diduga. Tuhan selalu punya cara tersendiri dalam mempersatukan hamba-hambanya. Seorang teman harus berkeliling dunia terlebih dahulu untuk menemukan jodohnya dari belahan Eropa. Lebih ekstrim lagi, ada yang sudah berkelana kesana-kemari, namun akhirnya dia menikah dengan teman kecilnya, tetangga rumahnya. Semuanya tak bisa dibayangkan, diimajinasikan, sampai saatnya tiba, semua akan tiba-tiba terasa indah pada waktunya. Benar kata orang pintar, jodoh.. adalah orang yang tepat yang datang di waktu yang tepat, di kehidupan kita.

Pagi itu sama seperti pagi biasa. Di halte TransJakarta daerah Deptan, Djati sudah bersiap menunggu kehadiran bis yang dari kejauhan sudah muncul moncongnya. Adalah dilema saat Djati mengetahui kalau orang-orang disebelahnya kebanyakan adalah wanita setengah baya yang mana jika dia lebih gesit dari mereka saat akan masuk bis, akan terdengar umpatan-umpatan seperti,


“Mas, ngalah dikit dong sama cewe..”
“Apa sih lo nyentuh-nyentuh gw..”
“Buset dah nih orang ga tau malu..”


Dan percayalah, bukan umpatan itu yang bikin kesal. Tapi suara mereka yang volume-nya dinaikkan tiga kali lipat sehingga membuat penumpang lain memperhatikan dan itu terlihat menyudutkan si tersangka. Apa daya memang, lebih baik mengalah saja..



***




Akhirnya, Djati berhasil masuk ke dalam bis TransJakarta. Agak sedikit lengang, pikirnya. Yup, walaupun tidak dapat tempat duduk, untuk ukuran pagi yang sibuk di ibukota, bis tersebut boleh dibilang agak lengang. Sambil berdiri, Djati pun mengambil earphone dari dalam tasnya dan oopss..


Siapa dia?


Seorang gadis.

Seorang gadis sedang duduk tertidur tepat di depan Djati.
Cantik.
Putih.
A Chinese girl.


Walaupun tertidur, dapat terlihat sekali kecantikan dari wajah wanita itu. Djati pun menyambungkan earphone dengan telepon selulernya. Pilihan kursor ponselnya kali ini ada di aplikasi kamera. Ingin rasanya dia memotret wanita itu, like the others always do. Namun dia urungkan hal itu. Apalah bedanya dia dengan pemburu gosip kalau dia memotret tanpa diketahui objeknya.


Djati pun menjalankan aplikasi pemutar musik, dan memilih salah satu lagu. Dia bernyanyi dalam hati sambil sekali-kali melirik unknown sleeping princess itu.


Tidak berapa lama, gadis tersebut terbangun. Djati pun memperhatikannya. Gadis itu mengucek matanya, melihat ke arah jendela, merapikan rambut dan tasnya, dan kemudian berdiri dan berjalan ke arah pintu bis. Oww.. dia turun di halte Kuningan Timur.


Djati pun merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak bisa dilukis atau diucapkan. Dia merasa bahwa suatu saat gadis itu akan menjadi sesuatu. Sesuatu yang berarti. Djati pun membuat catatan dalam hatinya, bahwa dia harus berkenalan dengan gadis itu. Segera.


***


“Kenapa lo Djat? Senyum-senyum ga jelas”, tanya Rio saat Djati tiba di kantor.
“Yo, believe it or not.. gw tadi ketemu cewe cakep di busway. Dia depan gw, men.. DEPAN GW.. ”, jawab Djati sumringah.
“Trus lo kenalan?”
“EEhhmm… Ng-ng-ngga sih..”
“Jiaahh… jangan ngomong kalo gitu mah..”
“Dia tadi lagi tidur, Yo.”
“Sama aja. Jangan ngomong ah. Ntar aja kalo lo dah kenalan baru cerita lagi ke gw”
“…”, Djati speechless.


“Duh.., gw tadi kesini mau cerita apa ya? Jadi lupa gara-gara lo”, tukas Rio.
“He?”
“Oh iya, gw cuman mau bilang kalo minggu depan, ada vendor baru buat kita. Mereka yang supply bahan baku.”
“Trus apa hubungannya sama gw?”
“Buset, lo kan ngerjain project-nya sama gw..Ya kita harus meeting sama mereka.. Si bos udah jadwalin Senen besok ya. Kalo kata dia sih lumayan bagus, bro, kerjanya..”
“Oh gitu… Okelah gw ngikut lo aja..”
“Hayaah…”
“Udah sana, balik ke tempat lo..”
“Lha lo mau ngapain?”
“Gw mau cari info soal cewek tadi”
“Caranya?”
“Google lah.. Hari gini…”
“Lo mau google pake keyword apaan, kabayan?”
“We’ll see lah..”
“Kacau lo men hehehe.. “


Dan Rio pun pergi meninggalkan Djati di kubikelnya. Sementara itu, Djati menyalakan PC, lalu bergegas mengetikkan alamat Google di browser, dan mulai bergumam sendiri,
“Gusti.. apa yang bisa gw lakuin di Google kalo gw ga punya satu pun petunjuk??”


***


Esok pagi kembali. Djati berlari-lari kecil menuju halte TransJakarta dan berhasil memaksakan diri masuk ke bis yang memang sudah terlihat agak penuh.


“Iyaa.. kemaren kan gw inget tuh, gw naik busway sekitaran jam 7 seperempat. Gw musti, harus,dan kudu.. naek yang jam segituan lagi, biar ketemu sama cewek kemaren..”, sela Djati saat gw menulis bagian ini.

 
Dan di dalam bis, YES…


Dia bertemu dengan gadis itu lagi. Kali ini duduk agak jauh dari Djati, dan seperti biasa… terlelap dengan cantiknya. Djati kemudian berniat untuk mendekati tempat duduk gadis itu. Namun sayangnya, mengingat bis yang sudah lumayan penuh, Djati pun mengurungkan niatnya.


Mendekati halte Kuningan Timur, seperti sudah terbiasa, gadis itu terbangun dari tidurnya, lalu melihat ke jendela, merapikan rambut dan tasnya, dan segera keluar dari bis.


Djati pun hanya bisa melihat dengan terpana. Kesempatan berkenalan yang hanya mungkin datang setiap pagi pun gagal dilakoninya.


DAY 2 FAILED…


***


Hari ketiga.
“Pokoknya gw harus semangat, bro. Ngga tau kenapa, gw ngerasa kalo dia itu memang.. apa ya… hmm.. lo pasti tau lah maksud gw. Ini sih kalo kata gw ya.. Ada beberapa orang yang dikasih kelebihan sama Gusti Allah, dimana.. eee… kita.. eh, mereka maksud gw, yakin kalo mereka bisa identify mana orang yang bakal deket sama mereka, DARI PERTEMUAN PERTAMA..”
“Menarik..”, tukas gw masih sambil menatap layar komputer.
“Dan gw salah satu diantara mereka…”, tutup Djati sambil tersenyum lebar.

 
“Yo… Rioo… Rioo..”, tiba-tiba Djati datang ke kubikel Rio dengan terengah-engah.
“Hei, kenapa lo? Abis ngapain?”
“Gw punya kabar gembira bro… Gw lari-lari dari halte busway sampai kantor buat infoin lo nih…”
“He? Ada apaan sih?”, tanya Rio penasaran.
“Gw.. sekarang udah tahu nama cewek itu siapa.. Yesss…”
“…”
“Namanya depannya Stephanie, bro. Tapi gw ga tau nama belakangnya..”, kata Djati masih sambil terengah-engah.
“Kok bisa tau?”
“Tadi pas di busway, gw lihat ada dia lagi. Dan lo tau apa, dia pake ID card bro.. Thank God, Dia denger doa gw”
“…”
“Gw bela-belain lihatin diaaa terus, setiap 10 detik sekali, hehehe.. berharap nama dia di ID card keliatan jelas.., dan sekarang, gw dah tau namanya bro. Jalan percintaan gw makin mulus nih kayanya, hehehe..”
Rio tidak langsung menanggapi Djati. Dia kemudian mengetik sesuatu di komputernya, dan..
“Djat, ada info lebih detil lagi ga soal dia?”
“Maksud lo?”
“Nama Stephanie itu terlalu jamak. Kalo lo cari di Google, ada kali hampir 300 jutaan entri disana. Lo ga mau kan kalo ngecek satu-satu?”
“…”
“Udah gini aja, besok kalo ketemu dia lagi, lo ajak kenalan aja lah..”
“Susah bro, kenalan di tempat umum. Gw juga belom punya taktik kenalannya..”
“…”
“Gw pengen keliatan natural dan pelan-pelan aja bro. Salah langkah malah lebih susah nantinya.. You just can’t hurry women”
“Trus lo maunya gimane?”
“Ya… belom tau sih.. Gw pikirin dulu deh.. Gw balik ke meja dulu”
“Yowes.. terserah lo aja.. Oh iya, meeting sama vendor-nya dimajuin jadi Jumat besok kata si bos. Dua hari lagi..”
“Iya, lo atur aja, Yo..”
“Iya nih, vendor-nya katanya ada kegiatan ngedadak di Singapore”
“Iya, terserah aja.. Gw kosong kok Jumat”


***


Djati kembali bersemangat di pagi ini, demi si gadis pujaan bernama Stephanie. Djati menunggu kedatangan bis oranye TransJakarta yang mengantarkan cinta mereka. Dia sudah memutuskan, bahwa kalau pun dia tidak dapat mengetahui nama belakang Stephanie, dia akan berusaha untuk berkenalan. Berkenalan secara natural seperti,…


Ah sudahlah.. Djati pun tampaknya belum punya ide.


Bis pun datang mendekati halte. Djati bersiap masuk dan mencari target dengan segera. Dia menoleh ke kiri dan memperhatikan satu-persatu wajah yang ada.


Bukan..
Bukan..
Bukan…


Djati mulai gelisah.. Stephanie tidak ada disana. Dia pun memutar arah ke bagian khusus penumpang wanita. Dia perhatikan satu-persatu wajah penumpang yang duduk maupun berdiri. O God, tidak ada.


Satu-satunya orang yang belum terlihat wajahnya hanya sang supir perempuan di area depan sana. Dan Stephanie tentu saja tidak mungkin berada disana dan tidak mungkin pula jadi supir bis.


“What a bad day..”, lirih Djati dalam hati.


***


Hari kelima di halte TransJakarta Deptan.
Jantung Djati berdetak kencang pagi ini. Adakah yang mengalami hal sama, dimana kita selalu berdoa kepada Tuhan agar dapat dipertemukan dengan pujaan hati, namun ketika kesempatan itu ada, kita sendiri yang malah menyia-nyiakannya. Dan hal inilah yang terjadi pada Djati.


Detak jantung Djati semakin kencang saat bis mendekati halte Deptan. Pelan-pelan bis yang terlihat agak kosong itu pun berhenti. Djati kemudian naik dan kembali menoleh ke segala arah.


Bukan…
Bukan…
Bukan…


Yes.. ADA… ADA STEPHANIE DI DALAM BIS,
dan seperti biasa, sedang tertidur dengan indahnya. Djati pun mendekati tempat duduk Stephanie, dan duduk di kursi sebelahnya yang masih kosong.


“Damn, I am sitting next to my sleeping beauty. What should I do NOW???”


Djati pun memperhatikan Stephanie perlahan-lahan. Dia takut dipergoki penumpang lainnya dan dikira psikopat. Dia dengar dan rasakan nafas dari Stephanie yang lembut. Dia perhatikan sepatu hak nan elegan, jam tangan cantik, dan warna kuku natural Stephanie. Tanpa ada perasaan seksual yang berlebihan, Djati mengakui kalau gadis yang ada disebelahnya memang bidadari yang sedang turun ke muka bumi.


Turun?
TURUN?


Djati melihat sekeliling. Sudah mendekati halte Mampang, yang mana satu halte sebelum Stephanie seharusnya turun di halte Kuningan Timur. Djati kemudian melirik Stephanie, dan terlihat dia masih saja terlelap. Djati kebingungan. Apa yang harus dia lakukan. Pikiran Djati berkecamuk. Djati melihat ke arah jendela dan bis sudah melewati halte Mampang. Hingga akhirnya..


“Mbak.. mbak…”, tukas Djati pelan sambil menepuk lembut lengan Stephanie. Stephanie pun terbangun seketika.
“Maaf, mbak.. Sudah mau halte Kuningan Timur..”. Stephanie masih mengumpulkan kesadaran. Djati terdiam sesaat menunggu Stephanie.
Stephanie menoleh ke arah Djati. Djati tersenyum tipis dan jantungnya berdetak kencang.
“Ada apa ya, Mas?”
“Ini sudah mau sampai halte Kuningan Timur.. Saya takut Mbak terlewat aja.”


Stephanie melirik mata Djati dalam-dalam.
“Tapi saya ga turun disana, Mas..”


Djati bingung sendiri. Speechless..
“Oh.. Maaf kalau begitu.. Saya salah orang..”
“Gapapa, Mas..”, jawab Stephanie sambil tersenyum.


Bingung harus bagaimana, Djati pun memutuskan untuk turun di halte berikutnya, Patra Kuningan. Padahal tujuannya adalah halte GOR Sumantri.


“Maaf ya Mbak.. Hmm… Saya duluan ya, Mbak.”
“Oh iya.. Silakan Mas..”


Djati melambaikan tangannya dengan gugup dan dibalas dengan senyuman indah bidadari. Djati pun turun dengan perasaan tak tentu.
“Bukannya dia seharusnya turun di Kuningan Timur ya?”, tanya Djati pada dirinya sendiri.


***


“Djat.. Djat…”
“…”
“Hoi.. Djat.. Jangan bengong mulu. Ntar kesambet lho”, sambung Rio membuyarkan lamunan Djati di kubikelnya.
“Hey.. Yo…”
“Meeting yuk. vendor-nya udah dateng tuh..”
“Yo.. Gw mau cerita sesuatu soal Stephanie.. Penting…”
“Udah, ntaran aja.. Abis meeting aja lo ceritanya..”


Djati pun menuruti permintaan Rio. Dia kemudian membereskan sisa sarapannya, lalu mengambil buku catatan di laci.


“Djat, gw kencing dulu ya.. Lo duluan ke ruang meeting-nya..”
“Lah.. lo mah..”
“Udah duluan aja, biar cepet selesai meeting-nya..”


Djati menghela napasnya.
“Ya udah, tapi buruan yeee..”
“Iyeee…”, tutup Rio sambil berlari kecil ke arah toilet.


Djati melangkah ke ruang meeting. Namun pikirannya masih berkecamuk memikirkan pertemuannya dengan Stephanie tadi pagi. Djati pun mengetuk pintu ruang meeting dan kemudian langsung membukanya.


Tiba-tiba Djati terkejut karena ternyata orang yang dia temui di ruang meeting adalah …



“Stephanie???”



---
picture taken from http://liburanjakarta.wordpress.com

2 comments:

Blogger Template by Clairvo